"Apa yang
Alkitab katakan tentang hukuman
rajam (hukuman mati dengan melempari batu)?"
Ini juga salah satu bagian yang banyak diserang / dikritik oleh skeptis, mereka menuduh Allah dalam Perjanjian Lama sebagai : kejam, pembunuh dan sangat jahat terhadap umat manusia. Bahkan orang Kristen yang kurang mempelajari Alkitab pun banyak yang terperangah ketika ditunjukkan pada bagian ini. Maka untuk mengerti kebenaran dari firman Allah, mari kita meneliti bagian ini dari Kitab Suci.
Apakah itu hukuman rajam?
Hukuman rajam
adalah metode hukuman yang dijalankan oleh sekelompok orang, biasanya rekan-rekan dari pihak
orang yang bersalah, dengan melempari batu orang terkutuk itu sampai dia
mati. Cara mati dengan dirajam ditetapkan dalam Hukum Perjanjian Lama sebagai
hukuman untuk berbagai macam dosa. Baik hewan maupun manusia dapat menjadi obyek
hukuman rajam (Keluaran 21:28), dan hukuman rajam ini tampaknya dikaitkan dengan
dosa-dosa yang menyebabkan kerusakan permanen pada kerohanian atau kemurnian secara
seremonial dari seseorang ataupun binatang.
Hukum Musa menetapkan bahwa, sebelum seseorang dapat dijatuhi hukuman mati dengan cara dirajam,
harus ada sidang, dan setidaknya harus ada dua orang yang bersaksi: "Atas
keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum
mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati " (Ulangan
17:6). Para saksi itu "harus
menjadi orang pertama yang melempar batu pada orang itu, dan kemudian tangan
semua orang" (“Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan tangan
mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat." Ulangan 17:7a). Dengan
kata lain, orang-orang yang bersaksi terhadap orang yang dihukum di pengadilan harus melemparkan batu
pertama. Contoh hukuman dengan pelemparan batu dalam Perjanjian Lama adalah kematian Akhan dan
keluarganya (Yosua 7:25) dan Nabot, yang dirajam atas tuduhan saksi-saksi palsu (1
Raja-raja 21:13).
Hukuman rajam adalah
metode eksekusi yang dipilih oleh orang-orang Yahudi yang tidak percaya yang menganiaya
orang-orang Kristen mula-mula. Stefanus, martir pertama gereja, dilempari batu sampai mati di luar Yerusalem oleh
anggota Sanhedrin. Pada kesempatan itu, seorang pemuda bernama Saulus, yang kemudian
menjadi Rasul Paulus, memegangi jubah orang-orang
yang sedang melemparkan batu-batu ke Stefanus (Kisah Para Rasul 7:54-60).
Dalam bagian lain
yang terkenal dalam Kitab Suci, orang-orang Farisi berusaha menjebak Yesus agar
memberikan persetujuan untuk merajam seorang wanita yang tertangkap basah
sedang melakukan perzinahan. Secara jelas, pria yang berzinah dengan wanita itu
tidak ikut dihadirkan oleh mereka – padahal Hukum Taurat menentukan hukuman mati berlaku bagi
kedua belah pihak yang bersalah. Jawaban Yesus sangat menarik dalam hal ini. Wanita itu jelas bersalah, tetapi Yesus memahami para musuh-Nya yang bermuka-dua. Alih-alih memberi mereka
jawaban langsung, Yesus berpaling kepada mereka yang telah menyeret wanita itu
di hadapan-Nya dan berkata,"Barangsiapa di antara kamu tidak
berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
(Yohanes 8: 1-11). Dengan perkataan ini, Yesus meminta para saksi untuk maju – para
saksi, yang terikat oleh sumpah, adalah orang-orang yang harus melemparkan batu
pertama. Yesus juga menunjukkan hati Allah yang penuh belas pengasihan terhadap
orang berdosa dan membungkam tuduhan massa yang munafik ini.
Modus lain dari
eksekusi hukuman rajam, termasuk melemparkan orang yang
bersalah itu bagian kepala dulu dari tebing curam dan kemudian menggulirkan
sebuah batu besar ke tubuh orang itu. Ini persis apa dilakukan oleh massa di
Nazareth ketika mencoba untuk merajam Yesus setelah Ia berkotbah di rumah
ibadat mereka. Ketika mereka mendengar pengakuan Yesus sebagai Mesias, "Mereka bangun,
lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota
itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu.” (Lukas 4:29). Lolosnya Yesus
dari massa yang marah ini adalah mukjijat: "Tetapi Ia [Yesus] berjalan
lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi." (ayat 30). Karena saat itu bukan
waktu Tuhan untuk mati (lihat Yohanes 10:18 Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku,
melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa
memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali.), dan Dia tidak akan pernah
dapat mati dibunuh dengan rajam karena nubuat tentang kematian-Nya jelas mengatakan
bahwa tidak ada satupun tulang-Nya akan dipatahkan (Yohanes 19:36 Sebab hal itu
terjadi, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci: "Tidak ada
tulang-Nya yang akan dipatahkan.").
Hukuman rajam
adalah cara yang mengerikan untuk mati. Cara-cara tertentu eksekusinya
pastilah menimbulkan rasa jera yang kuat sehingga orang-orang berusaha untuk
tidak berbuat dosa-dosa yang dianggap layak untuk dijatuhi hukuman rajam. Allah
sangat peduli akan kemurnian umat-Nya. Hukuman yang ketat atas dosa pada masa Hukum
Taurat telah membantu mencegah bangsa Israel untuk tidak mengikuti cara-cara
hidup yang tidak murni dari bangsa-bangsa kafir di sekitar mereka dan untuk tidak memberontak
terhadap Allah. Upah dosa adalah maut (Roma 6:23), dan Israel diperintahkan
secara tegas untuk menjaga kemurnian mereka di hadapan Allah: "Demikianlah
harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. “(Ulangan 17:7b).
Sumber : GotQuestions.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar