Rasul Paulus sedang mengajar di sinagog. (Image credit: goodsalt.com) |
Paulus, mantan
penyerang berdarah dingin dan yang menghalalkan segala cara, sekarang telah
menjadi seorang yang dapat menuliskan atribut kunci sebagai kesaksian
terpenting di atas segala sesuatu, di dalam
1Korintus 13 -kasih akan Allah dan akan sesama manusia / orang-orang di
sekelilingnya. - Saulus yang amat
terdidik dalam pengetahuan telah diubahkan menjadi Paulus yang mengatakan bahwa
pengetahuan tanpa kasih membuat orang
menjadi sombong, tetapi kasih membangun. (1 Korintus 8:1).
Kitab Kisah Para Rasul dan surat-surat Paulus bersaksi tentang kelembutan yang
telah dialami sang rasul sendiri, baik bagi dunia yang tidak percaya dan juga
bagi orang-orang di dalam Gereja. Di bagian akhir, dalam pidato perpisahannya
kepada orang-orang percaya di Efesus dalam Kisah Para Rasul 20, ia mengatakan
kepada mereka bahwa "aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada
berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata."
(Kisah Para Rasul 20:31). Dia mengatakan kepada orang-orang percaya di Galatia bahwa
mereka adalah "anak-anakku" (Galatia 4:19). Dia mengingatkan jemaat di
Korintus bahwa “Jika ada orang merasa lemah, tidakkah aku turut merasa lemah?
Jika ada orang tersandung, tidakkah hatiku hancur oleh dukacita?” (2Korintus
11:29). Tentang orang-orang percaya di Filipi, Paulus berkata "kamu ada di
dalam hatiku" (Filipi 1:7). Dia mengatakan kepada gereja Tesalonika “kiranya
Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang
terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi
kamu.” (1 Tesalonika 3:12) dan menunjukkan fakta sesungguhnya dengan hidup di
antara mereka dan membantu membangun sebuah komunitas Kristen (baca 1Tesalonika 1-2). Berulang kali sepanjang tulisannya, Paulus mengingatkan para
pembacanya akan kepedulian dan kasihnya bagi mereka.
Terhadap orang-orang kafir, sikap Paulus penuh
kepedulian dan keprihatinan yang mendalam, contoh yang paling jelas, kepedulian
dan keprihatinannya menjadi artikulasi dalam suratnya kepada jemaat di Roma,
ungkapan kesedihan yang ia rasakan bagi
sesama orang Israel yang tidak tidak percaya kepada Kritus: "1 Aku
mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut
bersaksi dalam Roh Kudus, 2 bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih
hati. 3 Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi
saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani." (Roma 9:1-3).
Kecemasan yang dirasakan oleh Paulus untuk orang-orang kafir juga tidak terbatas bagi orang-orang sebangsanya sendiri, tapi juga untuk orang-orang non-Yahudi. Sebagai salah satu contoh, ketika ia memasuki Atena, teks dalam Kisah Para Rasul 17:16 menunjukkan dengan jelas bahwa Paulus sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala. Ia juga sangat peduli dengan tempat Allah yang benar, serta orang-orang yang terlibat dalam ibadah palsu, dan dia langsung mencoba menjelaskan kepada orang-orang kafir dalam suatu wacana tentang Injil yang telah dipercayakan kepadanya (Kisah para Rasul 17:17-34). Di mana inti dari pesan yang disampaikannya adalah Yesus.
Kecemasan yang dirasakan oleh Paulus untuk orang-orang kafir juga tidak terbatas bagi orang-orang sebangsanya sendiri, tapi juga untuk orang-orang non-Yahudi. Sebagai salah satu contoh, ketika ia memasuki Atena, teks dalam Kisah Para Rasul 17:16 menunjukkan dengan jelas bahwa Paulus sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala. Ia juga sangat peduli dengan tempat Allah yang benar, serta orang-orang yang terlibat dalam ibadah palsu, dan dia langsung mencoba menjelaskan kepada orang-orang kafir dalam suatu wacana tentang Injil yang telah dipercayakan kepadanya (Kisah para Rasul 17:17-34). Di mana inti dari pesan yang disampaikannya adalah Yesus.
Bersambung ke Bagian 4
Sumber : GotQuestions.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar