Gelar-Gelar Kristus_BAGIAN B


YESAYA 9:5-6 (Catatan : dalam Alkitab bahasa Inggris ayat ini adalah ayat 6-7)





Yesaya 9:5 - Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.



Yesaya 9:6 - Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.

Yesaya 9:5b ..., dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.


BAGIAN B (Baca posting sebelumnya di Bagian A)



II) Nama-nama Kristus.

Ayat 5b: ‘namanya disebutkan orang’. Ini tak berarti bahwa Kristus betul-betul dipanggil dengan nama ini. Artinya: Kristus layak mendapatkan sebutan-sebutan / nama-nama ini karena ini memang menunjukkan diri dan karakterNya.


Inilah bahasan Nama-nama Kristus dalam ayat 5b:
Yesaya 9:5b ...; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.



1)   ‘Penasihat Ajaib’.

Ada 2 macam terjemahan.
RSV/NIV/NASB: ‘Wonderful Counsellor’ (=Penasihat Ajaib).
KJV: ‘Wonderful, Counsellor’ (=Ajaib, Penasihat).


a)   Ada yang menyatukan kedua istilah ini menjadi satu nama (seperti Kitab Suci bahasa Indonesia, RSV, NIV, NASB)
Yang menyatukan kedua istilah ini menganggap bahwa nama ini sesuai dengan Yesaya 28:29 (NIV): ‘wonderful in counsel’ / ‘ajaib dalam nasehat’ (Kitab Suci bahasa Indonesia menterjemahkan ‘ajaib dalam keputusan’). Dalam Yesaya 28:29 itu hal itu ditujukan kepada YAHWEH. Dengan demikian pada waktu dalam ayat 5b ini, nama ini diberikan kepada Kristus, ini menunjukkan keilahian Kristus.


b)   Tetapi ada yang memisahkan kedua istilah ini menjadi 2 nama (seperti KJV).
Kebanyakan buku-buku tafsiran yang saya pakai menganggap bahwa 2 istilah ini harus dipisah. J. A. Alexander menyatakan bahwa kata ‘wonderful’ / ‘ajaib’ (kata sifat) secara hurufiah terjemahannya adalah ‘wonder’ / ‘keajaiban’ (kata benda), dan karenanya memang lebih cocok kalau diterjemahkan sebagai 2 nama.

  • ajaib / keajaiban.
Charles Haddon Spurgeon: “Beloved, there are a thousand things in this world, that are called by names that do not belong to them, but in entering upon my text, I must announce at the very opening, that Christ is called Wonderful, because he is so. God the Father never gave his Son a name which he did not deserve” (=Saudara yang kekasih, ada 1000 hal di dunia ini, yang disebut dengan nama yang tidak semestinya, tetapi pada waktu memasuki text saya, saya harus mengumumkan pada pembukaannya, bahwa Kristus disebut Ajaib, karena Ia memang begitu. Allah Bapa tidak pernah memberi AnakNya nama yang tidak layak Ia dapatkan) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, volume II, ‘The Messiah’, halaman 108.
Mesias memang ajaib dalam keberadaanNya sebagai Allah dan manusia dalam 1 pribadi, dalam ajaranNya yang mengherankan banyak orang (bandingkan dengan Matius 7:28), dalam tindakanNya, dalam kelahiranNya dari perawan, kematianNya, kebangkitanNya dan kenaikanNya ke surga, dan lain-lain.
Juga kasih karunia Allah yang menebus dosa kita dan menyelamatkan kita melalui kedatangan dan penebusan Kristus, lebih ajaib dari mujijat apapun.

Ada yang membandingkan nama ini dengan Hakim-hakim 13:18 dimana Malaikat TUHAN menjawab Manoah (ayah Simson) yang menanyakan namaNya dengan jawaban: ‘Mengapa engkau juga menanyakan namaKu? Bukankah nama itu ajaib?’. Jawaban ini jelas menunjukkan keilahian dari Malaikat TUHAN itu. Jadi dalam Yesaya 9:5 ini nama itu juga menunjukkan keilahian Kristus.

  • ‘Counsellor’ (= Penasihat).
Bandingkan dengan Yesaya 11:2 yang menubuatkan bahwa pada Kristus ada ‘roh hikmat’. Kristus memang memberi kita hikmat sehingga kita menjadi bijaksana (bandingkan dengan Amsal 8:12-30, 1Korintus 1:24,30). Ia menasehati kita dari dalam melalui Roh Kudus, dan Ia juga menasehati kita dari luar melalui hamba-hambaNya / para pemberita Firman Tuhan.

Tentang nama ‘Counsellor’ (=Penasihat) ini Charles Haddon Spurgeon memberikan komentar sebagai berikut:
“It was by a Counsellor that this world was ruined. Did not Satan mask himself in the serpent, and counsel the woman with exceeding craftiness, that she should take unto herself of the fruit of the tree of knowledge of good and evil, in the hope that thereby she should be as God? Was it not that evil counsel which provoked our mother to rebel against her Maker, and did it not as the effect of sin, bring death into this world with all its train of woe? Ah! beloved, it was meet that the world should have a Counsellor to restore it, if it had a Counsellor to destroy it. It was by counsel that it fell, and certainly, without counsel it never could have arisen. But mark the difficulties that surrounded such a Counsellor. ‘Tis easy to counsel mischief; but how hard to counsel wisely! To cast down is easy, but to build up how hard!” (=Adalah karena seorang penasihat dunia ini dihancurkan / dirusakkan. Bukankah Setan menyembunyikan dirinya dalam ular, dan menasehati si perempuan dengan kelicikan yang hebat, sehingga ia mengambil bagi dirinya buah dari pohon pengetahuan baik dan jahat, dengan harapan bahwa dengan itu ia akan menjadi seperti Allah? Bukankah nasehat jahat itu yang menyebabkan ibu kita memberontak terhadap Penciptanya, dan tidakkah itu sebagai akibat dosa membawa kematian ke dalam dunia ini dengan semua rentetan kesengsaraan / kutuk? Ah, saudara yang kekasih, adalah cocok bahwa dunia ini mempunyai seorang Penasihat untuk memulihkannya, jika dunia ini mempunyai seorang Penasihat untuk menghancurkannya. Adalah karena suatu nasehat dunia ini jatuh, dan pastilah tanpa nasehat dunia ini tak bisa dibangkitkan. Tetapi perhatikan kesukaran yang meliputi Penasihat itu. Adalah mudah untuk memberi nasehat yang jahat; tetapi alangkah sukarnya memberikan nasehat yang bijaksana! Menghancurkan itu mudah, tetapi alangkah sukarnya membangun) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, volume II, ‘The Messiah’, halaman 115.



2)   ‘Allah yang perkasa’ (Ibrani: EL GIBOR).

E. J. Young: “Whereas the word ELOHIM in the Old Testament may some-times apply to beings lesser than God, such is not the case with EL. This desig-nation is reserved for the true God and for Him alone” (=Kalau kata ELOHIM dalam Perjanjian Lama kadang-kadang bisa digunakan terhadap makhluk yang lebih rendah dari Allah, tidak demikian halnya dengan EL. Nama ini disediakan untuk Allah yang benar dan hanya untuk Dia saja).

Louis Berkhof (halaman 48) kelihatannya menentang pandangan E. J. Young ini, dan saya juga berpendapat bahwa kata-kata E. J. Young di sini adalah salah, karena jelas ada banyak kasus dimana kata EL digunakan bukan untuk menunjuk kepada Allah yang benar. Contoh:
  • Keluaran 15:11 - “Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah (ELIM, bentuk jamak dari EL), ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusanMu, menakutkan karena perbuatanMu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?”.
  • Keluaran 34:14 - “Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah (EL) lain, karena TUHAN, yang namaNya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu”.
  • Ulangan 32:12 - “demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah (EL) asing menyertai dia”.
  • Hakim-hakim 9:46 - “Mendengar itu masuklah seluruh warga kota Menara-Sikhem ke dalam liang di bawah kuil El-Berit”. Bandingkan dengan Hakim-hakim 9:33 dan 9:4 dimana digunakan kata ‘BAAL-BERIT’.

Tetapi istilah ‘Allah yang perkasa’ yang digunakan terhadap Yesus ini tetap menunjukkan keilahian Yesus, karena dalam Yesaya 10:21 istilah yang persis sama (EL GIBOR) digunakan untuk Allah. Jadi bahwa di sini istilah / nama ini diberikan kepada Kristus, menunjukkan bahwa Ia adalah Allah.

Pulpit Commentary: “What the Messiah was to do, could be done by none less than God. He was to redeem mankind; he was to vanquish death and sin; he was to triumph over Satan; he was to be a meritorious Sacrifice. ‘God with us’ had already been declared to be one of his names (ch 7:14). Now he is announced as ‘God the Mighty One’” [= Apa yang harus dilakukan oleh Mesias, tidak bisa dilakukan oleh siapapun yang lebih rendah dari Allah. Ia harus menebus umat manusia; Ia harus mengalahkan kematian dan dosa; Ia harus menang atas Setan; Ia harus menjadi Korban yang bermanfaat. ‘Allah bersama / dengan kita’ telah dinyatakan sebagai salah satu dari nama-namaNya (pasal 7:14). Sekarang Ia diumumkan sebagai ‘Allah yang perkasa’] - halaman 170.



3)   ‘Bapa yang kekal’.

KJV/RSV/NIV: ‘everlasting Father’ (=Bapa yang kekal).
NASB: ‘eternal Father’ (=Bapa yang kekal).

a)   Sebutan ‘Bapa’ bagi Kristus ini membingungkan, sehingga menimbulkan ajaran sesat.
Pulpit Commentary: “He is the Son, and yet it can be said of him that he is the ‘Everlasting Father.’ This last assertion seems to be the most astonishing of them all. ‘The Son is the Father.’” (=Ia adalah Anak, tetapi bisa dikatakan tentang Dia bahwa Ia adalah ‘Bapa yang kekal’. Pernyataan terakhir ini kelihatannya merupakan yang paling mengherankan dari semua. ‘Anak adalah Bapa’) - halaman 181.
Tafsiran ini jelas berbau ajaran Sabelianisme, yang merupakan ajaran sesat tentang Allah Tritunggal, karena ajaran ini mempercayai bahwa Allah Tritunggal bukan terdiri dari 3 pribadi tetapi 3 perwujudan. Jadi mereka beranggapan bahwa yang berinkarnasi menjadi manusia adalah Allah Bapa sendiri!


b)   Dalam hubunganNya dengan pribadi-pribadi lain dalam Tritunggal, Kristus jelas tidak bisa disebut ‘Bapa’.
Charles Haddon Spurgeon: “the Messiah is not here called ‘Father,’ by way of any confusion with him who is pre-eminently called ‘THE FATHER.’ Our Lord’s proper name, so far as Godhead is concerned, is not the Father, but the Son. Let us beware of confusion. The Son is not the Father, neither is the Father the Son; and though they be one God, essentially and eternally, being for evermore one and indivisible, yet still the distinction of persons is to be carefully believed and observed” (=Mesias di sini tidak disebut ‘Bapa’ untuk mengacaukan dengan Dia yang disebut ‘Bapa’. Nama yang benar dari Tuhan kita, berkenaan dengan keilahian, bukanlah Bapa, tetapi Anak. Biarlah kita berhati-hati terhadap kekacauan. Anak bukanlah Bapa, dan Bapa bukanlah Anak; dan sekalipun mereka adalah satu Allah, secara hakiki dan kekal, karena selama-lamanya adalah satu dan tak terbagi-bagi, tetapi perbedaan pribadi harus tetap dipercaya dan diperhatikan) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, volume II, ‘The Messiah’, halaman 132.
Barnes’ Notes: “The term ‘Father’ is not applied to the Messiah here with any reference to the distinction in the Divine nature; for that word is uniformly, in the Scriptures, applied to the first, not to the second person of the Trinity” (=Istilah ‘Bapa’ di sini tidak diterapkan kepada Mesias berhubungan dengan perbedaan dalam hakekat ilahi; karena dalam Kitab Suci kata itu secara seragam diterapkan kepada pribadi pertama, bukan kepada pribadi kedua dari Tritunggal) - halaman 193.


c)   Dalam hubunganNya dengan orang percaya, bisakah Kristus disebut Bapa?
E. J. Young menafsirkan bahwa nama ini berarti bahwa Kristus itu adalah Bapa secara kekal. Dan Ia bertindak seperti seorang Bapa.
Tetapi bukankah Kitab Suci tidak pernah menyebut Kristus sebagai ‘Bapa’? Ia disebut ‘saudara kita’ (Roma 8:29  Matius 12:50  Matius 25:40  Ibrani 2:11-12  bandingkan dengan Yohanes 20:17).
Tetapi dalam Matius 9:2,22  Wahyu 21:7 Yesus menyebut ‘anakKu’ (tetapi, Wahyu 21:7 ini tentang Allah Bapa atau tentang Kristus?).
Saya sendiri tetap mempunyai kecondongan bahwa dalam hubunganNya dengan orang percayapun Kristus tidak cocok disebut ‘Bapa’.


d)         Apa arti istilah ‘Bapa yang kekal’ ini?
Barnes’ Notes: “Literally, it is the Father of eternity” (=Secara hurufiah, ini adalah Bapa dari kekekalan) - hal 193.
Matthew Henry: “He is the everlasting Father, or the Father of eternity;” (= Ia adalah Bapa yang kekal, atau Bapa dari kekekalan;).
Adam Clarke: “‘The everlasting Father.’ ‘The Father of the everlasting age.’ Or ‎Abiy ‎ad‎, the Father of eternity.” (=‘Bapa yang kekal’. ‘Bapa dari jaman yang kekal’. Atau ABIY AD, Bapa dari kekekalan.).
Jamieson, Fausset & Brown: “the ‘everlasting Father’ ...  - literally, ‘The Father of eternity’ (AD).” [= sang ‘Bapa yang kekal’ ... - secara hurufiah, ‘Bapa dari kekekalan’ (AD)].
E. J. Young: “The word AD signifies perpetuity or duration. It may have the sense of eternity, as when Isaiah speaks of the ‘high and lofty One that inhabiteth eternity …’ (57:15).” [= Kata AD menunjuk / berarti kekekalan atau durasi. Itu bisa mempunyai arti kekekalan, seperti pada waktu Yesaya berbicara tentang ‘Seseorang yang tinggi yang menghuni kekekalan’ (57:15).].
Catatan: Yesaya 57:15 diambil dari KJV/RSV.
Dalam Yesaya 57:15 kata yang diterjemahkan ‘eternity’ (= kekekalan) adalah AD, yang menurut Bible Works 7 adalah suatu kata benda!
The Bible Exposition Commentary (New Testament): “‘Everlasting Father’ does not suggest that the Son is also the Father, for each Person in the Godhead is distinct. ‘Father of eternity’ is a better translation. Among the Jews, the word ‘father’ means ‘originator’ or ‘source.’ For example, Satan is the ‘father (originator) of lies’ (NIV John 8:44, NIV).” [= ‘Bapa yang kekal’ tidak menunjukkan / berarti bahwa Anak juga adalah Bapa, karena setiap Pribadi dalam Allah adalah berbeda. ‘Bapa dari kekekalan’ merupakan suatu terjemahan yang lebih baik. Di antara orang-orang Yahudi, kata ‘bapa’ berarti ‘pemulai’ atau ‘sumber’. Sebagai contoh, Iblis adalah ‘bapa (pemulai) dari dusta-dusta (NIV Yohanes 8:44, NIV)].
Catatan: sekalipun kebanyakan Alkitab bahasa Inggris menterjemahkan ‘the eternal / everlasting Father’ (=Bapa yang kekal), tetapi ada yang menterjemahkan ‘the Father of eternity’ (=Bapa dari kekekalan), seperti CJB (The Complete Jewish Bible 1998), DBY (The Darby Bible 1884 / 1890), YLT (Young’s Literal Translation 1862 / 1898).


1.   Kata ‘Bapa’ oleh Pulpit Commentary diartikan ‘Protector’ (=pelindung), seperti dalam Ayub 29:16 Ayub disebut sebagai ‘bapa bagi orang miskin’, dan dalam Yesaya 22:21 Elyakim disebut sebagai ‘bapa bagi penduduk Yerusalem’. Juga bisa ditambahkan arti ‘Creator’ (=Pencipta) dan ‘Preserver’ (= Pemelihara).

2.   Calvin mengartikan istilah ini sebagai ‘Bapa dari kekekalan’, dimana ‘Bapa’ diartikan author’ / ‘pencipta’ atau ‘sumber’.
Bandingkan dengan:
a.   Yohanes 8:44 - “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”.
b.   Ibrani 12:9 - “Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?”.
Dalam kedua ayat di atas ini, kelihatannya istilah ‘bapa’ harus diartikan sebagai ‘pencipta / sumber’.

3.   Istilah ‘Bapa’ di sini harus diartikan sesuai dengan kebiasaan orang di sana pada jaman itu
Charles Haddon Spurgeon: “It is the manner of the Easterns to call a man the father of a quality for which he is remarkable. To this day, among the Arabs, a wise man is called ‘the father of wisdom;’ a very foolish man ‘the father of folly.’ The predominant quality in the man is ascribed to him as though it were his child, and he the father of it. Now, the Messiah is here called in the Hebrew ‘the father of eternity,’ by which is meant that he is pre-eminently the possessor of eternity as an attribute. Just as the idiom, ‘the father of wisdom,’ implies that a man is pre-eminently wise, so the term, ‘Father of eternity,’ implies that Jesus is pre-eminently eternal; that to him, beyond and above all others, eternity may be ascribed. ... not only is eternity ascribed to Christ, but he is here declared to be parent of it. Imagination cannot grasp this, for eternity is a thing beyond us; yet if eternity should seem to be a thing which can have no parent, be it remembered that Jesus is so surely and essentially eternal, that he is here pictured as the source and Father of eternity. Jesus is not the child of eternity, but the Father of it. Eternity did not bring him forth from its mighty bowels, but he brought forth eternity” (=Merupakan kebiasaan orang Timur untuk menyebut seseorang  sebagai bapa dari kwalitet yang luar biasa / lain dari yang lain dalam dirinya. Sampai saat ini, di antara orang Arab, seorang yang bijaksana disebut ‘bapa dari hikmat’; seorang yang sangat bodoh disebut ‘bapa dari kebodohan’. Kwalitet yang utama / menonjol dalam seseorang dianggap berasal dari dia seakan-akan itu adalah anaknya, dan ia adalah bapa dari kwalitet itu. Sekarang, Mesias di sini disebut dalam bahasa Ibrani ‘bapa dari kekekalan’ dengan mana dimaksudkan bahwa ia adalah pemilik dari kekekalan sebagai suatu sifat. Sama seperti ungkapan ‘bapa dari hikmat’ menunjukkan bahwa orang itu bijaksana, demikian pula istilah ‘Bapa dari kekekalan’ menunjukkan bahwa Yesus itu kekal; sehingga di atas semua yang lain, kekekalan dianggap berasal dari dia. ... bukan hanya kekekalan dianggap berasal dari Kristus, tetapi di sini ia dinyatakan sebagai orang tua dari kekekalan. Imaginasi tidak dapat mengertinya, karena kekekalan merupakan sesuatu yang melampaui kita; tetapi jika kekekalan kelihatannya adalah hal yang tidak bisa mempunyai orang tua, haruslah diingat bahwa Yesus begitu kekal secara pasti dan hakiki, sehingga di sini ia digambarkan sebagai sumber dan Bapa dari kekekalan. Yesus bukanlah anak dari kekekalan, tetapi Bapa dari kekekalan. Kekekalan tidak melahirkannya, tetapi ia melahirkan kekekalan) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, volume II, ‘The Messiah’, halaman 134-135.
Barnes’ Notes: “it may be used in accordance with a custom in Hebrew and in Arabic, where he who possess a thing is called the father of it. Thus ‘the father of strength’ means strong; ‘the father of knowledge’, intelligent; ‘the father of glory’, glorious; ‘the father of goodness’, good; ‘the father of peace’, peaceful. According to this, the meaning of the phrase, ‘the Father of eternity’ is properly eternal” (=ini mungkin dipakai sesuai dengan kebiasaan dalam bahasa Ibrani dan Arab, dimana ia yang memiliki sesuatu disebut bapa dari sesuatu itu. Jadi, ‘bapa dari kekuatan’ berarti kuat; ‘bapa dari pengetahuan’ berarti pandai; ‘bapa dari kemuliaan’ berarti mulia; ‘bapa dari kebaikan’ berarti baik; ‘bapa dari damai’ berarti cinta damai. Menurut ini, arti dari ungkapan ‘Bapa dari kekekalan’ adalah kekal) - halaman 193.
Barnes’ Notes: “He is not merely represented as everlasting, but he is introduced, by a strong figure, as even ‘the Father of eternity’, as if even everlasting duration owed itself to his paternity” (=Ia tidak semata-mata digambarkan sebagai kekal, tetapi ia diperkenalkan dengan suatu penggambaran yang kuat bahkan sebagai ‘Bapa dari kekekalan’, seakan-akan bahkan kekekalan berhutang dirinya sendiri kepada kebapaannya) - halaman 193.

Apakah istilah ini hanya menunjukkan kekekalan Kristus, atau bahkan menunjukkan bahwa Kristus adalah pencipta, sumber, dan pemelihara dari kekekalan, itu tetap menunjukkan keilahian Kristus.



4)   ‘Raja Damai’ [prince of peace (=pangeran damai)].

a)         ‘Raja’ atau ‘Pangeran’?
Istilah yang benar memang adalah ‘Pangeran Damai’, tetapi saya berpendapat bahwa istilah ‘prince’ (=pangeran), digunakan karena Yesus adalah Anak Allah. Dengan memberi gelar ‘Pangeran’ kepada Yesus, maka secara implicit Allah Bapa digambarkan sebagai Raja. Tetapi saya berpendapat tidak terlalu jadi soal kalau kita mau menyebut Yesus sebagai ‘Raja Damai’, karena:
  • kita tahu dari Yohanes 5:18 dan Yohanes 10:30-33 bahwa istilah ‘Anak Allah’ sebetulnya menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah.
  • ayat 5b menunjukkan Yesus sebagai Raja. 


Ayat 5b: ‘dan lambang pemerintahan ada di atas bahunya’.
NIV: ‘and the government will be on his shoulders’ (=dan pemerintahan akan ada di atas bahunya).
Ini menunjukkan bahwa Kristus adalah Raja atau Kristus memegang pemerintahan.
  • ayat 6 juga menunjukkan Yesus sebagai Raja, bahkan sebagai Raja Damai.

Bersambung ke : BAGIAN C 
Baca bagian sebelumnya : BAGIAN A


Sumber : Hermeneutics oleh Pdt. Budi Asali, M. Div.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar