Lanjutan dari bagian 9
Bagian 10 |
Tentang Ester 9:31 "supaya hari-hari Purim itu dirayakan pada waktu yang ditentukan, seperti
yang diwajibkan kepada mereka oleh Mordekhai, orang Yahudi itu, dan oleh Ester,
sang ratu, dan seperti yang diwajibkan mereka kepada dirinya sendiri serta keturunan mereka, mengenai hal
berpuasa dan meratap-ratap."
Pulpit Commentary: “In modern times the Jews keep up
the practice, and on the 15th of Adar both interchange gifts, chiefly
sweetmeats, and make liberal offering for the poor (comp. ver. 22, ad fin.)”
[= Dalam jaman modern orang-orang Yahudi mempertahankan praktek ini, dan pada
tanggal 15 bulan Adar mereka saling tukar menukar hadiah, yang terutama daging
manis, dan memberikan persembahan yang murah hati kepada orang-orang miskin
(bandingkan dengan ayat 22 bagian akhir)] - hal 158.
Pulpit Commentary: “The universal adoption of the
Purim feast by the Jewish nation, originating as it did at Susa, among the
Persian Jews, ... Mordecai had no ecclesiastical authority; and it might have
been expected that the Jews of Jerusalem would have demurred to the imposition
of a fresh religious obligation upon them by a Jew of the Dispersion, who was
neither a prophet, nor a priest, not even a Levite. ... But Joiakim, the high
priest of the time (Nehemiah 12:10-12), ... must have given his approval to the
feast from the first, and have adopted it into the ceremonial of the nation, or
it would scarcely have become universal. Hooker ... rightly makes the
establishment of the feast an argument in favour of the Church’s power to
prescribe festival days; and it must certainly have been by ecclesiastical, and
not by civil, command that it became obligatory” [= Penerimaan secara
universal terhadap Hari Raya Purim oleh bangsa Yahudi, berasal mula di Susa, di
antara orang-orang Yahudi Persia, ... Mordekhai tidak mempunyai otoritas
kegerejaan; dan bisa diharapkan bahwa orang-orang Yahudi Yerusalem akan
keberatan pada pembebanan suatu kewajiban agama yang baru kepada mereka oleh
seorang Yahudi yang sedang tersebar, yang bukan seorang nabi, atau imam, dan
bahkan bukan seorang Lewi. ... Tetapi Yoyakim, sang imam besar pada saat itu
(Nehemia 12:10-12, ... pasti memberikan persetujuannya terhadap hari raya itu dari
semula, dan telah mengadopsinya ke dalam upacara bangsa itu, atau itu tidak
mungkin bisa bersifat universal. Hooker ... secara benar membuat peneguhan dari
hari raya ini suatu argumentasi yang mendukung kuasa Gereja untuk menentukan
hari-hari raya; dan itu haruslah oleh perintah gereja, dan bukan perintah
pemerintah, sehingga itu menjadi suatu yang bersifat wajib)] - hal 158-159.
Pulpit Commentary: “Other Jewish festivals, as the
passover and tabernacles, were instituted by express Divine authority. The
feast of Purim was instituted by the authority of Mordecai and Esther. Yet its
observance was undoubtedly sanctioned by the God whose merciful interposition
it commemorated” (= Hari-hari raya Yahudi yang lain, seperti Paskah dan
Pondok Daun, ditetapkan oleh otoritas Ilahi yang explicit. Pesta Purim
ditetapkan oleh otoritas dari Mordekhai dan Ester. Tetapi pemeliharaannya tidak
diragukan didukung oleh Allah yang campur tanganNya yang penuh belas kasihan
diperingati oleh hari itu) - hal 160.
Pulpit Commentary: “the observances consisting of a
preliminary fast; and of a sacred assembly in the synagogue, when the Megillah
(or roll) of the Book of Esther, is unfolded and solemnly read aloud; and of a
repast at home, followed by merry-making, and the sending of presents” (=
Perayaan / peringatannya terdiri dari suatu puasa pendahuluan; dan suatu
pertemuan kudus dalam sinagog, dimana gulungan kitab Ester dibuka dan dibaca dengan
khidmat; dan suatu jamuan makan di rumah, diikuti dengan acara suka ria dan
pengiriman hadiah-hadiah) - hal 160.
Tentang Ester 9:28b - “sehingga hari-hari Purim itu tidak akan lenyap dari tengah-tengah orang Yahudi dan peringatannya tidak akan berakhir dari antara keturunan mereka”, Pulpit Commentary berkata: “As a commemoration of human, and not of Divine, appointment, the feast of Purim was liable to abrogation or discontinuance. The Jews of that time resolved that the observance should be perpetual; and in point of fact the feast has continued up to the present date” (= Sebagai suatu peringatan oleh penetapan manusia, dan bukan penetapan Ilahi, hari raya Purim bisa dihapuskan atau tidak dilanjutkan. Orang-orang Yahudi pada jaman itu memutuskan bahwa pemeliharaan hari itu harus kekal; dan dalam faktanya hari raya itu berlanjut sampai saat ini) - hal 159.
W. N. McElrath & Billy Mathias: “Purim. Hari raya
bangsa Yahudi untuk memperingati kemenangan Ester dan Mordekhai atas komplotan
jahat Haman (Ester 9:23-26). Pesta itu agak luar biasa di antara hari-hari raya
bangsa Yahudi, karena dirayakan dengan penuh sukacita dan keramaian. Kisah Ester dipentaskan pula dengan cukup
keriangan” - ‘Ensiklopedia Alkitab Praktis’, hal 117.
Alfred Edersheim: “Purim was never more than a popular
festival. As such it was kept with great merriment and rejoicing, when friends
and relations were wont to send presents to each other” (= Purim tidak
pernah lebih dari suatu pesta / perayaan yang populer. Sebagai pesta / perayaan
populer itu dipelihara dengan keriangan dan sukacita yang besar, pada waktu
teman-teman dan famili biasa mengirimkan hadiah satu sama lain) - ‘The
Temple’, hal 331.
Alfred Edersheim: “the religious observances of Purim
commenced with a fast” (= Pemeliharaan Purim secara agamawi dimulai dengan
suatu puasa) - ‘The Temple’, hal 332.
Alfred Edersheim: “in such synagogues the Megillah, or
at least the principal portions of it, was read on the previous Thursday. It
was also allowed to read the Book of Esther in any language other than Hebrew,
... The prayers for the occasion now used in the synagogue, ... ” (= dalam
synagogue-synagogue seperti itu Megillah, atau setidaknya bagian-bagian utama
darinya, dibacakan pada hari Kamis sebelumnya. Juga diijinkan untuk membaca
kitab Ester dalam bahasa apapun selain Ibrani, ... Doa-doa untuk peristiwa itu
yang sekarang digunakan di synagogue, ...) - ‘The Temple’, hal 333.
Alfred Edersheim: “According to the testimony of
Josephus, in his time ‘all the Jews that are in the habitable earth’ kept
‘these days festivals,’ and sent ‘portions to one another.’. In our own days,
though the synagogue has prescribed for them special prayers and portions of
Scripture, they are chiefly marked by boisterous and uproarious merrymaking,
even beyond the limits of propriety” (= Menurut kesaksian dari Josephus,
pada jamannya ‘semua orang Yahudi yang ada di bagian bumi yang bisa dihuni’
memelihara ‘hari-hari pesta / perayaan ini’, dan mengirimkan ‘bagian dari
makanan satu sama lain’. Pada jaman kita, sekalipun sinagog telah menentukan
untuk hari-hari itu doa-doa khusus dan bagian-bagian Kitab Suci, hari-hari itu
terutama ditandai oleh tindakan bersenang-senang yang riuh dan hiruk pikuk,
bahkan melampaui batasan kepantasan) - ‘The Temple’, hal 333.
Catatan: bagian-bagian yang saya garis bawahi dari 3
kutipan terakhir dari Edersheim itu menunjukkan bahwa hari raya Purim itu,
sekalipun tidak diperintahkan oleh Allah, dirayakan dalam sinagog, yang bisa
disamakan dengan gereja pada jaman sekarang.
Seorang penulis yang anti Natal mengatakan di internet sebagai berikut:
- “There is almost no resemblance between Christmas and Purim. Purim consists of two days of thanksgiving. The events of Purim are: ‘joy and gladness, a feast and a good day. . . and of sending portions one to another, and gifts to the poor’ (Esther 8:17; 9:22). There was no worship service. There were no levitical priestly activities. There were no ceremonies. The two days of Purim have much more in common with Thanksgiving and it’s dinners than Christmas. Purim is certainly no justification for Christmas services” [= Hampir tidak ada persamaan antara Natal dan Purim. Purim terdiri dari 2 hari pengucapan syukur. Peristiwa-peristiwa dari Purim adalah: ‘ada sukacita dan kegirangan di antara orang Yahudi, dan perjamuan serta hari gembira. ... dan hari untuk antar-mengantar makanan dan untuk bersedekah kepada orang-orang miskin’ (Ester 8:17 9:22). Tidak ada kebaktian. Tidak ada aktivitas keimaman. Tidak ada ada upacara. Dua hari dari Purim jauh lebih mempunyai persamaan dengan Thanksgiving day / hari Pengucapan Syukur dan makanannya dari pada dengan Natal. Purim pasti bukan suatu pembenaran untuk kebaktian-kebaktian Natal].
- “Purim ... The festival was decreed by the civil magistrate: the prime minister, Mordecai, and the queen, Esther. It was agreed to unanimously by the people. The occasion and authorization of Purim are inscripturated in the Word of God and approved by the Holy Spirit. The biblical imperative of no addition and no subtraction applies to man-made law and worship. It most certainly does not forbid the Holy Spirit from completing the canon of Scripture and instituting new regulations” (= Purim ... Pesta / perayaan ini ditetapkan oleh hakim sipil: perdana menteri Mordekhai, dan ratu Ester. Itu disetujui secara mutlak oleh bangsa itu. Peristiwa / upacara dan otorisasi dari Purim dituliskan dalam Firman Allah dan disetujui oleh Roh Kudus. Perintah Alkitab tentang tidak boleh ada penambahan dan pengurangan berlaku kepada hukum dan ibadah buatan manusia. Itu jelas tidak melarang Roh Kudus untuk melengkapi kanon Kitab Suci dan mengadakan peraturan-peraturan baru).
- “Christmas is intrinsically immoral because it is built upon the monuments of pagan idolatry. There is nothing wrong with a country having a day of thanksgiving for a special act of deliverance by God. But there is something very wrong when a corrupt church attempts to sew Christian cloth onto pagan garments. There is something very wrong when Protestants conspire with the corrupt church of Rome and use godly Mordecai as an excuse” [= Natal pada hakekatnya adalah tidak bermoral karena itu dibangun pada monumen dari penyembahan berhala kafir. Tidak ada yang salah dengan suatu negara mempunyai suatu hari pengucapan syukur untuk tindakan khusus dari pembebasan oleh Allah. Tetapi ada sesuatu yang sangat salah pada waktu suatu gereja yang rusak berusaha menjahitkan kain Kristen pada jubah kafir. Ada sesuatu yang sangat salah pada waktu orang-orang Protestan bersekongkol dengan gereja Roma (Katolik) yang rusak dan menggunakan Mordekhai yang saleh sebagai suatu alasan].
Jawaban saya:
- Persoalan kekafiran sudah saya bahas di atas, dan tidak saya ulangi di sini.
- Adalah omong kosong kalau dalam Purim tidak ada kebaktian, upacara dan sebagainya. Bandingkan dengan dengan kata-kata Edersheim di atas yang mengatakan perayaan Purim sebagai ‘religious observances’ (= pemeliharaan agamawi). Juga bdk. dengan kata-kata Edersheim bahwa pada Purim dilakukan perayaan di synagogue, dengan pembacaan kitab Ester, disertai doa, dan sebagainya.
- Yang saya garis bawahi dobel itu juga ngawur. Perayaan Purim tidak pernah diperintahkan oleh Tuhan, tetapi hanya oleh Mordekhai dan Ester. Kitab Suci hanya menceritakan hal itu tetapi tidak memberikan persetujuan / otoritas dari Tuhan! Baca sendiri Ester 9:20-32 - “(20) Maka Mordekhai menuliskan peristiwa itu, lalu mengirimkan surat-surat kepada semua orang Yahudi di seluruh daerah raja Ahasyweros, baik yang dekat baik yang jauh, (21) untuk mewajibkan mereka, supaya tiap-tiap tahun merayakan hari yang keempat belas dan yang kelima belas bulan Adar, (22) karena pada hari-hari itulah orang Yahudi mendapat keamanan terhadap musuhnya dan dalam bulan itulah dukacita mereka berubah menjadi sukacita dan hari perkabungan menjadi hari gembira, dan supaya menjadikan hari-hari itu hari perjamuan dan sukacita dan hari untuk antar-mengantar makanan dan untuk bersedekah kepada orang-orang miskin. (23) Maka orang Yahudi menerima sebagai ketetapan apa yang sudah dimulai mereka melakukannya dan apa yang ditulis Mordekhai kepada mereka. (24) Sesungguhnya Haman bin Hamedata, orang Agag, seteru semua orang Yahudi itu, telah merancangkan hendak membinasakan orang Yahudi dan diapun telah membuang pur - yakni undi - untuk menghancurkan dan membinasakan mereka, (25) akan tetapi ketika hal itu disampaikan ke hadapan raja, maka dititahkannyalah dengan surat, supaya rancangan jahat yang dibuat Haman terhadap orang Yahudi itu dibalikkan ke atas kepalanya. Maka Haman beserta anak-anaknya disulakan pada tiang. (26) Oleh sebab itulah hari-hari itu disebut Purim, menurut kata pur. Oleh sebab itu jugalah, yakni karena seluruh isi surat itu dan karena apa yang dilihat mereka mengenai hal itu dan apa yang dialami mereka, (27) orang Yahudi menerima sebagai kewajiban dan sebagai ketetapan bagi dirinya sendiri dan keturunannya dan bagi sekalian orang yang akan bergabung dengan mereka, bahwa mereka tidak akan melampaui merayakan kedua hari itu tiap-tiap tahun, menurut yang dituliskan tentang itu dan pada waktu yang ditentukan, (28) dan bahwa hari-hari itu akan diperingati dan dirayakan di dalam tiap-tiap angkatan, di dalam tiap-tiap kaum, di tiap-tiap daerah, di tiap-tiap kota, sehingga hari-hari Purim itu tidak akan lenyap dari tengah-tengah orang Yahudi dan peringatannya tidak akan berakhir dari antara keturunan mereka. (29) Lalu Ester, sang ratu, anak Abihail, menulis surat, bersama-sama dengan Mordekhai, orang Yahudi itu; surat yang kedua tentang hari raya Purim ini dituliskannya dengan segala ketegasan untuk menguatkannya. (30) Lalu dikirimkanlah surat-surat kepada semua orang Yahudi di dalam keseratus dua puluh tujuh daerah kerajaan Ahasyweros, dengan kata-kata salam dan setia, (31) supaya hari-hari Purim itu dirayakan pada waktu yang ditentukan, seperti yang diwajibkan kepada mereka oleh Mordekhai, orang Yahudi itu, dan oleh Ester, sang ratu, dan seperti yang diwajibkan mereka kepada dirinya sendiri serta keturunan mereka, mengenai hal berpuasa dan meratap-ratap. (32) Demikianlah perintah Ester menetapkan perihal Purim itu, kemudian dituliskan di dalam kitab”.
Cobalah saudara sendiri mencari dalam text ini, apakah
perayaan Purim tersebut disahkan oleh Allah / Roh Kudus atau tidak. Jelas
sekali bahwa Purim hanya diperintahkan oleh Mordekhai dan Ester, dan disetujui
oleh orang-orang Yahudi, tetapi tidak pernah disetujui / disahkan oleh Tuhan.
Bersambung ke bagian 11
Sumber : Golgotha Ministry, Bolehkah Merayakan Natal? oleh Pdt. Budi Asali, M.Div.
Bersambung ke bagian 11
Sumber : Golgotha Ministry, Bolehkah Merayakan Natal? oleh Pdt. Budi Asali, M.Div.
Daftar isi, posting bagian10
Macam-macam alasan untuk menentang Natal dan jawabannya
7) Tidak ada
perintah untuk merayakan Natal
f) Banyak hal tak diperintahkan tetapi toh tak
salah untuk dilakukan
Lanjutan pembahasan point 7.
Perayaan hari-hari raya seperti Purim, pentahbisan Bait Suci dsb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar