GALATIA 4:4-5
“(4) Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus
Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. (5)
Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita
diterima menjadi anak.”.
I) Natal terjadi pada saat yang tepat.
Galatia 4:4 - “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya,
yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat”.
Kata-kata ‘Tetapi setelah genap waktunya’ menunjukkan bahwa kedatangan
Kristus ketika Natal terjadi sesuai dengan saat yang ditetapkan oleh Allah. Allah
pasti merencanakan yang terbaik, dan karena itu kita harus percaya bahwa itu
adalah saat yang paling tepat.
Memang orang bisa mempertanyakan: ‘Mengapa Kristus tidak datang sebelumnya?
Dengan Ia datang pada sekitar 4000 tahun setelah Adam, banyak orang harus masuk
neraka!’.
Calvin: “Let no man presume to be
dissatisfied with the secret purpose of God, and raise a dispute why Christ did
not appear sooner” [= Jangan ada orang yang berani untuk tidak puas dengan
rencana rahasia dari Allah, dan memperdebatkan mengapa Kristus tidak muncul
lebih cepat] - hal 118.
William Hendriksen (hal 158) dan banyak penafsir lain berusaha memberikan
alasan mengapa Kristus datang pada saat itu, atau mengapa saat itu merupakan
saat yang terbaik.
Alasan-alasan yang dikemukakan adalah:
Pada saat itu ada penyebaran bahasa Yunani di seluruh dunia yang beradab.
- Adanya sinagog-sinagog Yahudi di banyak tempat, yang memungkinkan para misionaris Kristen memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi (proselit) sekaligus.
- Adanya jalanan yang dibuat oleh kekaisaran Romawi.
- Adanya damai / keamanan (tidak ada perang) dalam kekaisaran Romawi.
Tetapi Hendriksen secara benar mengakhiri kata-katanya dengan mengatakan
bahwa hanya Allah-lah yang mengetahui mengapa Kristus harus datang pada saat
itu.
II) Apa yang terjadi ketika Natal.
Image Courtesy: MyBible.com |
1) ‘Allah mengutus AnakNya’ (ayat 4).
a) Kata ‘mengutus’.
Hendriksen (hal 158) mengatakan bahwa kata ‘mengutus’, yang dalam bahasa
Yunaninya adalah EXAPESTEILEN [EX (from / out of / dari) + APOSTELLO (I send /
aku mengutus)], arti sebetulnya adalah ‘sent out of / from’ [= dikirim dari].
Pulpit Commentary mengatakan (hal 182) bahwa kata depan EX itu menunjukkan hubungan yang dekat antara sang Pengutus
dan sang Utusan.
b) Ini menunjukkan kekekalan dan keilahian dari Anak, dan juga menunjukkan
bahwa Anak dan Bapa adalah 2 pribadi yang berbeda (distinct).
Calvin: “The Son, who was sent, must
have existed before he was sent; and this proves his eternal Godhead” [=
Anak, yang diutus, harus sudah ada sebelum Ia diutus; dan ini membuktikan
kekekalan keilahianNya] - hal 118.
Pulpit Commentary: “‘God sent forth
his Son.’ These words imply the pre-existence as well as the Divine nature of
Christ. The Son existed as a Divine Person with God before he came to be made
of a woman. He was the eternal Son of God, as God the Father is the eternal
Father. They are two distinct Persons, else the one could not send the other”
[= ‘Allah mengutus AnakNya’. Kata-kata ini secara tidak langsung menunjukkan
keberadaan sebelumnya maupun hakekat ilahi dari Kristus. Anak ada sebagai
Pribadi Ilahi bersama Allah sebelum Ia datang untuk dijadikan dari seorang
perempuan. Ia adalah Anak yang kekal dari Allah, seperti Allah Bapa adalah Bapa
yang kekal. Mereka adalah 2 Pribadi yang berbeda, kalau tidak maka yang satu
tidak bisa mengutus yang lain] - hal 211.
C. H. Spurgeon: “He existed before he
was born into this world; for God ‘sent’ his Son. He was already in being or he
could not have been ‘sent.’ And while he is one with the Father, yet he must be
distinct from the Father, and have a personality separate from that of the
Father, otherwise it could not be said that God sent his Son” [= Ia ada
sebelum Ia dilahirkan ke dalam dunia ini; karena Allah ‘mengutus’ AnakNya. Ia
sudah ada, karena kalau tidak maka Ia tidak bisa diutus. Dan sekalipun Ia
adalah satu dengan Bapa, tetapi Ia harus berbeda dari Bapa, dan mempunyai
kepribadian yang terpisah dari kepribadian Bapa, karena kalau tidak maka tidak
bisa dikatakan bahwa Allah mengutus AnakNya] - ‘Spurgeon’s Expository
Encyclopedia’, vol I, hal 99.
Catatan: dalam 2 kutipan terakhir, kata ‘berbeda’ diterjemahkan dari kata
bahasa Inggris ‘distinct’, bukan ‘different’!
c) Ini menunjukkan bahwa Allah-lah yang mencari manusia, dan bukan
sebaliknya.
C. H. Spurgeon: “Observe, concerning
the first advent, that the Lord was moving in it towards man. ... We moved not
towards the Lord, but the Lord towards us. I do not find that the world in
repentance sought after its Maker. No; but the offended God himself in infinite
compassion broke the silence and came forth to bless his enemies. See how
spontaneous is the grace of God. All good things begin with him” [=
Perhatikan, mengenai kedatangan pertama, bahwa Tuhan bergerak di dalamnya ke
arah manusia. ... Kita tidak bergerak ke arah Tuhan, tetapi Tuhan ke arah kita.
Saya tidak mendapatkan bahwa dunia mencari Penciptanya dalam pertobatan. Tidak;
tetapi Allah yang disakiti, Ia sendiri, dalam belas kasihan yang tak terbatas,
memecahkan kesunyian dan datang untuk memberkati musuh-musuhNya. Lihatlah
betapa spontannya kasih karunia Allah. Semua hal-hal yang baik mulai dengan
Dia] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 98.
Bandingkan dengan Lukas 19:10 -
“Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.’”.
2) ‘Lahir dari seorang perempuan’ (ayat 4).
KJV: ‘made of a woman’ [= dibuat / dijadikan dari seorang perempuan].
RSV: ‘born of woman’ [= dilahirkan dari perempuan].
NIV/NASB: ‘born of a woman’ [= dilahirkan dari seorang perempuan].
a) Kata ‘dibuat’ dalam KJV menunjukkan keberadaan sebelumnya, dan juga
menunjukkan adanya hakekat lain, yang sudah ada sebelum Yesus menjadi manusia.
Pulpit Commentary: “The difference in
sense is appreciable and important: ‘made’ implies a previous state of
existence, which ‘born’ does not” [= Perbedaan artinya cukup besar dan
penting: ‘dibuat’ secara tidak langsung menunjukkan suatu keberadaan
sebelumnya, sedangkan ‘dilahirkan’ tidak demikian] - hal 183.
Pulpit Commentary: “‘Made of a woman.’
This language implies the possession of a higher nature; for if the Son
possessed no other than mere humanity, where would have been the necessity of
saying that he was ‘made of a woman’?” [= ‘Dibuat dari seorang perempuan’.
Bahasa ini secara tidak langsung menunjukkan suatu hakekat yang lebih tinggi;
karena jika Anak tidak memiliki hakekat lain selain semata-mata manusia, apa
perlunya mengatakan bahwa Ia ‘dibuat dari seorang perempuan’?] - hal 211.
b) Perbedaan kelahiran Yesus
dibandingkan dengan anak yang lain.
William Hendriksen: “We say that Jesus was born in Bethlehem, and that
is correct. But in some respects his birth was not like that of any other
child. Other children do not exist in any real sense before they are conceived
in the womb. It is by means of conception and birth that they come into
existence. But God’s Son existed already from eternity with the Father (John
1:1; 8:58; 17:5; Rome 8:3; 2Corinthians 8:9; Philippians 2:6; Colossians 1:15;
Hebrews 1:3). He existed and exists forevermore - as to his deity” [= Kita
mengatakan bahwa Yesus dilahirkan di Betlehem, dan itu benar. Tetapi dalam hal
tertentu kelahiranNya tidaklah seperti anak yang lain. Anak-anak lain dalam
arti yang sebenarnya tidak ada sebelum mereka dikandung dalam kandungan. Adalah
melalui kandungan dan kelahiran mereka menjadi ada. Tetapi Anak Allah sudah ada
dari kekekalan bersama dengan Bapa (Yohanes 1:1; 8:58; 17:5; Roma 8:3; 2Korintus
8:9; Filipi 2:6; Kolose 1:15; Ibrani 1:3). Ia ada selama-lamanya - berkenaan
dengan ke-allah-annya] - hal 158.
c) Setelah inkarnasi, Yesus memiliki 2 hakekat, ilahi dan manusia,
selama-lamanya.
William Hendriksen: “the fact that he was
now sent forth must mean that he now assumed the human nature (John 1:14), which was wondrously prepared in the womb of
Mary by the Holy Spirit (Luke 1:35). Thus
he now became, and would forever remain, the possessor of two natures, the
divine and the human, united indissolubly in the one divine person” [=
fakta bahwa Ia sekarang diutus harus berarti bahwa sekarang Ia mengambil
hakekat manusia (Yohanes 1:14), yang dipersiapkan secara ajaib / menakjubkan
dalam kandungan Maria oleh Roh Kudus (Lukas 1:35). Karena itu sekarang Ia
menjadi, dan akan tetap seperti itu selama-lamanya, pemilik dari dua hakekat,
ilahi dan manusiawi, bersatu secara tak terpisahkan dalam satu pribadi ilahi] -
hal 158.
d) Perlunya kedua hakekat itu dalam penyelamatan / penebusan kita.
William Hendriksen: “in order to save us
Jesus Christ had to be in one person both divine and human, divine in order to
give his sacrifice infinite value, ... and human because since it was man who
sinned it is also man who must bear the penalty for sin and render his life to
God in perfect obedience (Rome 5:18; 1Corinthians 15:21; Hebrews 2:14-17)”
[= untuk menyelamatkan kita, Yesus Kristus haruslah ilahi dan manusia dalam
satu pribadi, ilahi untuk memberikan pada pengorbananNya nilai yang tak
terbatas, ... dan manusia karena manusia yang berdosa sehingga manusia juga
yang harus memikul hukuman untuk dosa dan memberikan hidupnya kepada Allah
dalam ketaatan yang sempurna (Roma 5:18; 1Korintus 15:21; Ibrani 2:14-17)] -
hal 159.
Roma 5:18 - “Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang
beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang
beroleh pembenaran untuk hidup”.
1Korintus 15:21 - “Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia,
demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia”.
Ibrani 2 : - “(14) Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan
daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam
keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang
berkuasa atas maut; (15) dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka
yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.
(16) Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi
keturunan Abraham yang Ia kasihani. (17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal
Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang
menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa
seluruh bangsa”.
3) ‘Takluk kepada hukum Taurat’ (ayat 4).
Terjemahan ini tidak tepat; terjemahan hurufiahnya adalah ‘becoming under law’
[= menjadi di bawah hukum Taurat].
Seorang penafsir dari Pulpit Commentary (hal 183) menganggap bahwa ‘hukum
Taurat’ di sini menunjuk pada ‘ceremonial law’ [= hukum yang berhubungan dengan
upacara keagamaan], tetapi penafsir lain dari Pulpit Commentary (hal 233) tidak
setuju dengan hal itu, dan mengatakan bahwa ‘hukum Taurat’ di sini mencakup
seluruh hukum Taurat. Saya lebih setuju dengan pandangan yang terakhir ini.
Spurgeon (hal 100), dan Calvin (lihat kutipan kata-kata Calvin di bawah pada
point II, 1, b), jelas berpendapat bahwa ‘hukum Taurat’ di sini juga mencakup
‘moral law’ [= hukum moral].
C. H. Spurgeon: “The Son of God has come under the law. He was the Law-maker
and the Law-giver, and he is both the Judge of the law and the Executioner of
the law, and yet he himself came under the law” [= Anak Allah telah datang di
bawah hukum Taurat. Ia adalah Pembuat hukum Taurat dan Pemberi hukum Taurat,
dan Ia adalah Hakim dari hukum Taurat maupun Algojo dari hukum Taurat, tetapi
Ia sendiri datang di bawah hukum Taurat] - ‘Spurgeon’s Expository
Encyclopedia’, vol I, hal 100.
Sumber : Golgotha Ministri, Natal dan Hukum Taurat oleh Pdt. Budi Asali, M.Div.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar