Lanjutan dari bagian 13
Bagian 14 |
Dalam
tafsirannya tentang Nehemia 8:1 dan seterusnya yang membicarakan tahun baru Yahudi, Matthew
Henry mengatakan bahwa hari itu disebut sebagai ‘suatu Sabat’.
Matthew Henry: “The time of it was the first day of
the seventh month, verse 2. That was the day of the feast of trumpets, which is
called a sabbath, and on which they were to have a holy convocation, Leviticus
23:24; Number 29:1” (= Waktunya adalah hari pertama dari bulan yang ketujuh,
ayat 2. Itu adalah hari dari perayaan terompet, yang disebut suatu sabat, dan
dalam mana mereka harus mempunyai suatu pertemuan kudus, Imamat 23:24; Bilangan 29:1).
Charles Hodge: “Paul has reference to the Jewish
festivals, and therefore his language cannot properly be applied to the
Christian Sabbath. ... The principle which the apostle enforces in reference to
this case, is the same as that which he enjoined in relation to the other, viz.,
that one man should not be forced to act according to another man’s conscience,
but every one should be satisfied in his own mind, and be careful not to do
what he thought wrong” (= Paulus menunjuk kepada hari-hari raya Yahudi, dan
karena itu bahasanya / kata-katanya tidak bisa secara benar diterapkan kepada
Sabat Kristen. ... Prinsip yang dijalankan berkenaan dengan kasus ini, adalah
sama dengan prinsip yang ia perintahkan kebubuhan dengan yang lain, yaitu bahwa
seseorang tidak boleh dipaksa untuk bertindak menurut hati nurani orang lain,
tetapi setiap orang harus puas dengan pikirannya sendiri, dan berhati-hati
untuk tidak melakukan apa yang ia anggap sebagai salah) - ‘Romans’, hal
420.
John Brown mengatakan bahwa gereja Roma, sama seperti
banyak gereja mula-mula yang lain, terdiri dari orang-orang Yahudi dan
orang-orang non Yahudi. Orang-orang non Yahudi menganggap bahwa hukum-hukum ceremonial
/ yang berhubungan dengan upacara keagamaan sudah dihapuskan, tetapi
orang-orang Yahudi menganggap itu tetap berlaku, dan ada di antara mereka
orang-orang yang berusaha untuk memaksakan pengertian mereka kepada yang lain.
2. Kata-kata ‘sama saja’ dalam Roma 14:5 seharusnya tidak ada.
Lit: ‘tetapi yang lain menilai setiap hari’.
Barnes’ Notes: “The word ‘alike’ is not in the
original, and it may convey an idea which the apostle did not design” (=
Kata ‘sama saja’ tidak ada dalam bahasa aslinya, dan itu bisa memberikan suatu
gagasan yang tidak dimaksudkan oleh sang rasul) - hal 654.
Adam Clarke: “We add here ‘alike,’ and make the text
say what I am sure was never intended, viz. that there is no distinction of
days, not even of the Sabbath: and that every Christian is at liberty to
consider even this day to be holy or not holy, as he happens to be persuaded in
his own mind. That the Sabbath is of lasting obligation may be reasonably
concluded from its institution ... and from its typical reference. All
allow that the Sabbath is a type of that rest in glory which remains for the
people of God. Now, all types are intended to continue in full force till the
antitype, or thing signified, take place; consequently, the Sabbath will
continue in force till the consummation of all things. The word ‘alike’ should
not be added; nor is it acknowledged by any MS. or ancient version” [= Kita
menambahkan di sini ‘sama saja’, dan membuat text itu mengatakan apa yang saya
yakin tidak pernah dimaksudkan oleh text itu, yaitu bahwa tidak ada perbedaan
hari-hari, bahkan tidak tentang Sabat: dan bahwa setiap orang Kristen bebas
untuk menganggap hari ini kudus atau tidak kudus, sebagaimana yang ia yakini
dalam pikirannya. Bahwa Sabat merupakan kewajiban yang kekal bisa disimpulkan
secara masuk akal dari penegakannya ... dan dari penggunaannya sebagai TYPE.
Semua orang mengakui bahwa Sabat merupakan suatu TYPE dari istirahat dalam
kemuliaan yang tertinggal untuk umat Allah. Semua TYPE dimaksudkan untuk tetap
berlaku sampai ANTI TYPEnya, atau hal yang ditunjuknya, terjadi; dan karena itu
Sabat akan terus berlaku sampai akhir / penyempurnaan dari segala sesuatu. Kata
‘sama saja’ tidak seharusnya ditambahkan; juga itu tidak diakui oleh
manuscripts atau versi kuno manapun] - hal 151.
3. Kata-kata ‘Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri’.
Barnes’ Notes: “Every man is to examine them for himself, and act accordingly. This direction pertains to the subject under discussion, and not to any other. It does not refer to subjects that were morally wrong, but to ceremonial observances. ... The word ‘fully persuaded’ denotes the highest conviction - not a matter of opinion or prejudice, but a matter on which the mind is made up by examination. ... This is the general principle on which Christians are called to act in relation to festival days and fasts in the church. If some Christians deem them to be for edification, and suppose that their piety will be promoted by observing the days which commemorate the birth, and death, and temptations of the Lord Jesus, they are not to be reproached or opposed in their celebration. Nor are they attempt to impose them on others as a matter of conscience, or to reproach others because they do not observe them” (= Setiap orang harus memeriksanya untuk dirinya sendiri, dan bertidak sesuai dengan hal itu. Pengarahan ini berlaku untuk pokok yang sedang dibicarakan, dan bukan untuk hal-hal lain. Itu tidak menunjuk pada sesuatu yang salah secara moral, tetapi pada pemeliharaan upacara. Kata-kata ‘benar-benar yakin’ menunjuk pada keyakinan yang tertinggi - bukan persoalan pandangan atau prasangka, tetapi persoalan dimana pikiran ditetapkan oleh pemeriksaan. ... Ini merupakan prinsip umum yang menjadi dasar tindakan orang Kristen dalam persoalan hari-hari raya dan puasa dalam gereja. Jika orang-orang Kristen tertentu menganggap hal-hal itu berguna untuk pendidikan dan menganggap bahwa kesalehan mereka ditingkatkan oleh pemeliharaan hari-hari yang memperingati kelahiran, dan kematian, dan pencobaan dari Tuhan Yesus, mereka tidak boleh dicela atau ditentang dalam perayaan mereka. Tetapi mereka juga tidak boleh berusaha untuk memaksakan hal itu kepada orang-orang lain sebagai persoalan hati nurani, atau mencela orang-orang lain karena mereka tidak memelihara hari-hari itu) - hal 655.
Jadi ada 2 hal yang ditekankan oleh Barnes:
- Kata-kata ini tidak boleh diberlakukan untuk segala hal. Misalnya: kalau kita yakin bahwa kita boleh mempunyai lebih dari satu istri, maka kita boleh melakukannya. Ini tentu ngawur! Jadi, kata-kata ini hanya berlaku untuk pemeliharaan hal-hal yang bersifat upacara keagamaan yang merupakan hal yang remeh, dan tidak untuk hal-hal yang lain.
- Keyakinan seseorang itu harus didapatkan melalui penyelidikan, tentunya terhadap Firman Tuhan.
b) Apakah Roma 14:5-6 ini bertentangan dengan Galatia 4:9-11 dan Kolose2:16-17?
Tentu kita tidak mungkin mengatakan bahwa ada ayat yang bertentangan dengan ayat lain dalam Kitab Suci kita. Lalu mengapa dalam Galatia 4:9-11 dan Kolose 2:16-17 Paulus seakan-akan menentang pemeliharaan hari raya, sedangkan dalam Roma 14:5-6 Paulus menoleransi pemeliharaan hari raya?
1.
Karena dalam jemaat Roma pemeliharaan hari raya itu tidak berhubungan dengan
kesesatan, sedangkan dalam jemaat Galatia dan Kolose pemeliharaan hari raya itu
berhubungan dengan kesesatan.
John Murray (NICNT): “in the other epistles (Gal. 4:10,11;
Col. 2:16,17) the observance of days, because of its association with the
heresies prevalent in the Galatians and Colossian churches, is unsparingly
condemned. The observance in the church at Rome is tolerated because it was not
bound with heresy” [= dalam surat-suratnya yang lain (Gal 4:10-11;
Kol 2:16-17), orang-orang yang memelihara hari-hari, karena
penggabungannya dengan kesesatan yang lazim di gereja-gereja Galatia dan
Kolose, dikecam dengan keras. Pemeliharaan (hari) di gereja Roma ditoleransi
karena itu tidak terikat dengan kesesatan] - ‘The Epistle to the Romans’,
vol , hal 178-179.
2.
Kesesatan apa yang dimaksudkan?
Kesesatan apa yang dihubungkan dengan perayaan hari-hari
raya itu dalam jemaat Galatia dan Kolose, yang menyebabkan Paulus lalu melarang
perayaan hari-hari raya itu di gereja-gereja itu? Mari kita melihatnya satu per
satu.
a. Galatia 4:9-11 - “(9) Tetapi sekarang
sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah,
bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan
mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? (10) Kamu dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan,
masa-masa yang tetap dan tahun-tahun. (11) Aku kuatir kalau-kalau susah payahku
untuk kamu telah sia-sia”.
Kata-kata
‘berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin’ dan ‘memperhambakan
diri lagi kepadanya’ dalam Galatia 4:9 tidak menunjuk sekedar pada
pemeliharaan hari raya, tetapi pada pemeliharaan hari raya sebagai cara untuk
mendapatkan keselamatan. Perhatikan beberapa komentar di bawah ini
tentang Galatia 4:9 ini.
Calvin: “When he calls the ceremonies beggarly
elements, he views them as out of Christ, and, what is more, as opposed to
Christ. To the fathers they were not only profitable exercises and aids to
piety, but efficacious means of grace. But then their whole value lay in
Christ, and in the appointment of God. The false apostles, on the other hand,
neglecting the promises, endeavoured to oppose the ceremonies to Christ, as if
Christ alone were not sufficient” [= Pada waktu ia menyebut upacara-upacara
itu elemen-elemen yang miskin, ia memandang mereka sebagai di luar Kristus, dan
lebih lagi sebagai bertentangan dengan Kristus. Bagi bapa-bapa (orang-orang
Perjanjian Lama) hal-hal itu bukan hanya merupakan hal-hal yang menguntungkan
dan menolong kesalehan, tetapi merupakan jalan kasih karunia yang mujarab /
efektif. Tetapi pada saat itu nilai sepenuhnya dari hal-hal itu ada di dalam
Kristus, dan dalam penetapan Allah. Di sisi yang lain, rasul-rasul palsu itu,
sambil mengabaikan janji-janji, berusaha untuk mempertentangkan upacara-upacara
itu dengan Kristus, seakan-akan Kristus sendiri tidaklah cukup] - hal 123.
William Hendriksen: “Are they really going back to
their former state of slavery, with this difference that they will be
exchanging one type of bondage (to heathenism) for another (to Judaism)? ...
Formerly they had been enslaved by the childish teachings of pagan priests and
ritualists. ... Having been delivered from all this folly, do they now wish to
become enslaved all over again, this time by Judaistic regulations?” [=
Apakah mereka betul-betul kembali kepada keadaan perbudakan mereka yang dahulu,
dengan perbedaan dimana mereka akan menukar sejenis perbudakan (kepada
kekafiran) dengan perbudakan yang lain (kepada Yudaisme)? ... Dahulu mereka
diperbudak oleh ajaran-ajaran yang kekanak-kanakan dari imam-imam kafir dan
orang-orang yang menekankan upacara keagamaan. ... Setelah dibebaskan dari
semua kebodohan ini, apakah sekarang mereka ingin diperbudak kembali, kali ini
pada peraturan-peraturan Yudaisme?] - hal 163.
William Hendriksen: “Paul calls these ‘rudiments’ weak
and beggarly because they have no power to help man in any way. Luther,
commenting on this verse and applying the lesson to his own day, tells us that
he had known monks who zealously labored to please God for salvation, but the
more they labored the more impatient, miserable, uncertain, and fearful they
became. And he adds, ‘People who prefer the law to the gospel are like Aesop’s
dog who let go of the meat to snatch at the shadow in the water ... The law is
weak and poor, the sinner is weak and poor: two feeble beggars trying to help
each other. They cannot do it. They only wear each other out. But through
Christ a weak and poor sinner is revived and enriched unto eternal life.’”
(= Paulus menyebut elemen-elemen ini lemah dan miskin karena mereka tidak
mempunyai kuasa untuk menolong manusia dengan cara apapun. Luther, mengomentari
ayat ini dan menerapkannya pada jamannya sendiri, mengatakan bahwa ia mengenal
biarawan-biarawan yang berjerih payah dengan bersemangat untuk menyenangkan
Allah untuk keselamatan, tetapi makin mereka berjerih payah, makin mereka
menjadi tidak sabar, menyedihkan / tidak senang, tidak pasti, dan takut. Dan ia
menambahkan: ‘Orang-orang yang lebih memilih hukum Taurat dari pada injil sama
seperti anjingnya Aesop yang melepaskan daging untuk menggigit bayangan di air
... Hukum Taurat itu lemah dan miskin, orang berdosa itu lemah dan miskin: dua pengemis
yang lemah berusaha menolong satu terhadap yang lainnya. Mereka tidak bisa
melakukannya. Mereka hanya melelahkan satu sama lain. Tetapi melalui Kristus
seorang berdosa yang lemah dan miskin disegarkan / dihidupkan lagi dan
diperkaya sampai hidup yang kekal’) - hal 165.
Bersambung ke bagian 15
Sumber : Golgotha Ministry, Bolehkah Merayakan Natal? oleh Pdt. Budi Asali, M.Div.
Bersambung ke bagian 15
Sumber : Golgotha Ministry, Bolehkah Merayakan Natal? oleh Pdt. Budi Asali, M.Div.
Daftar isi, posting bagian 14
Macam-macam alasan untuk menentang Natal dan jawabannya
8) Perayaan Natal bertentangan
dengan Galatia 4:9-11 & Kolose 2:16-17
Lanjutan point a) Pembahasan Roma 14:1-6
b) Roma
14:1-6 tak mungkin bertentangan dengan Galatia 4:9-11 & Kolose 2:16-17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar